lho koq, bisa.. Monas hilang???...

lho koq, bisa.. Monas hilang???...

Kehidupan Jakarta dimulai saat pertama kali ayam berkokok. Mereka yang sadar akan segala tanggung jawab sebagai hamba Tuhan segera bangkit dan tersadar untuk menyembah sang penguasa kerajaan langit dan bumi. Mereka yang ingat akan tugas kantor dan segala kewajiban di dunia pun sibuk mempersiapkan segalanya. Namun tak semua penghuni Jakarta memiliki kesadaran dan ingatan yang berkualitas.

Atau mungkin mereka sadar dan ingat, namun seolah tak mau tahu. Kala adzan berkumandang, ketika panggilan yang mulia berkumandang dilangit pagi Jakarta, akankah mereka yang bertelinga mampu mendengar. Kurasa tidak, saat subuh yang sejuk, beberapa gadis yang diragukan kegadisannya baru saja pulang dari diskotik. Rok mini yang memperlihatkan segala auratnya menghiasi kaki indah. Baju pun tak luput membalut sebagian kecil tubuhnya. Yah hanya sebagian kecil saja, sedangkan yang sebagian besarnya lagi sengaja tetap diperlihatkan. Hei, tapi jangan salah ternyata perempuan berjilbab pun ada yang telanjang. Dalam artian telanjang secara nurani. Karena beberapa diantara mereka banyak juga yang berprofesi sebagai wanita penghibur.Tak percaya coba saja kalian berkunjung kesebuah hotel yang terletak di daerah Rawamangun. Tante kesepian pun juga ikutan baru pulang, lelaki hidung belang masih berada dalam pelukan pelacur.

Bukankah Tuhan telah memberikan telinga pada manusia untuk mendengar, lalu mengapa saat suara azdan menjerit parau seolah tak mendengar. Mungkinkah mereka adalah manusia tanpa telinga. Ya Tuhan. Mengapa Kau jadikan Jakarta tanpa telinga. Bertelingan saja mereka tak mendengar apalagi tanpa bertelinga, Tuhan!

Mentari kini mencoba melihat keadaan Jakarta pagi, yang ternyata memang seperti biasa. Kemacetan, kesibukan, keglamoran serta kemiskinan yang selalu tak seimbang di Jakarta memang seperti biasa menghiasi Jakarta pagi. Namun ada satu yang tak seperti biasa hari, mentari mencoba berpikir apa yang menyebabkan Jakarta tampak tak seperti biasanya. Matanya yang telah tua seolah tak mampu melihat Jakarta dengan sempurna. Mentari mencoba mengambil kaca pembesarnya, masih memperhatikan Jakarta.

“Hei…monas hilang!” Teriak sang mentari

Penghuni Jakarta tak ada yang mendengar teriakan dari mentari. Mereka menganggap teriakan itu hanyalah jeritan dari orang gila yang kemiskinan akan emas.

“Hei…Jakarta dengarkanlah lihat Monas hilang!”

Seorang eksekutif muda lengkap dengan jas serta dasi mendengar teriakan itu. Tetap acuh tak peduli dengan sekitar. Karena dia lebih peduli dengan setumpuk dokumen yang harus diselasaikan ini hari.

“Hah! Monsa hilang, dasar orang gila mana ada yang mampu menggotong Monas!” Lelaki it terus melaju dengan mercedez diatas bumi.

“Mengapa tak ada yang mendengar teriakan ku!”

“Hai Mentari tugas mu hanyalah menyinari bumi, jadi sudahlah jangan mengurusi yang bukan menjadi urusanmu!” Sang Mega mencoba berucap

“Tapi Monas itu hilang! Jakarta kehilangan Monas!”

“Biarkan saja Monas hilang, toh hanya emasnya saja yang hilang! Lagi pula apa peduli mu!”

“Mega, kau sungguh telah seperti manusia Jakarta!”

“Apa maksud mu wahai mentari sahabatku!”

“Yah kau seperti manusia Jakarta yang sangat egois dengan kehidupan yang bukan kehidupannya!”

“Tapi aku ini hanya mega, apa yang bisa ku perbuat. Lagi pula Tuhan tidak memberi tugas kepada kita untuk mengurusi Monas!”

“Monas memang bukan urusan mu. Namun apakah kau tak kasihan padannya. Manusia Jakarta telah melupakan dia, tak ada yang peduli lagi dengannya. Mereka terlalu sibuk! Sampaikanlah pada manusia Jakarta bahwa Puncak Monas hilang!”

“Mengapa harus aku!”

“Kau mampu terbang lebih rendah, jadi mungkin mereka lebih mampu mendengar mu dari pada aku!”

“Mana mungkin mereka mau mendengarkan aku, apa kau tidak tahu, bahwa telinga mereka sudah tidak berfungsi lagi!”

“Apa maksud mu Mega sahabatku!”

“Azdan subuh panggilan yang mulia dari Hamba Tuhan Yang Mulia saja tidak mereka dengarkan, apalagi aku hanya sang Mega!”

“Berusaha lah dulu, setiap ada usaha disitu pasti ada jalan. Ingatlah Tangan Tuhan selalu membantu manusia yang berusaha!”

Sang Mega terus berpikir, untuk menerima atau menolak permintaan Sang Mentari. Sementara itu Tugu Monas yang kehilangan Puncaknya menangis. Sayangnya tak ada yang mendengar tangisan Tugu Monas itu.

“hiks…hiks..! Monas menangis

“Kamu mengapa Monas!” Tanya Sang Burung yang selalu hinggap di puncaknya!”

“Apa kau tak menyadarinya, lihatlah Puncak Emas ku hilang!”

“Wah, benar Emas mu hilang! Cepat kau lapor polisi agar, mereka membantumu menemukan emasmu kembali!”

“Tapi apa mungkin para polisi itu mau mendengarkan ku, nanti aku malah dituduh Monas Gila, lagi!”

“Bukan kah itu tugas mereka untuk membantu dan menegakan keadilan serta membela kebenaran!”

“Tapi aku tak punya uang!”

“Yah, susah memang mencari keadilan di negeri ini semua terhambat oleh uang! Betapa banyak kasus ketidakadilan yang akhirnya harus mati di pengadilan yang menegakan keadilan itu sendiri!”

“Kau minta tolong pada mentari saja!” Kata burung

“Mentari? Apa dia membantu ku!”

“Coba saja!”

Monas pun berteriak pada mentari

“Wahai sang Mentari….apa kau mendengar teriakan ku!”

“Yah aku mendengarkannya, dan aku sudah tau maksudmu! Kau kehilangan Puncak Emas mu bukan?”

“Iya, aku sudah sudah mengetahuinya kawan!”

“Mengapa kau tak membantu ku!”

“Aku telah berusaha berteriak namun mereka terlalu egois!”

“Mega…! Teriak Monas

“Iya aku juga sudah tau, baiklah aku akan menyebarkan berita duka ini Monas!”

Berteriaklah Mega dan terbang mengelilingi langit Jakarta. Tetap tak ada manusia Jakarta yang mendengarkannya. Kuping mereka tak bermanusia lagi, karena setan-setan telah berpenghuni disana, setan telah menjadi penguasa telinga manusia. Dengan bergaya modern, jampe-jampe setan yang berkumandang dalam alunan musik terus menempel di telingan mereka.

“Aku sudah berteriak, namun kau tahu sendiri bukan. Tak ada manusia pun yang mendengarkannya! Sudahlah mungkin benar apa kata burung lapor saja kau kepolisi!”

“Polisi tak akan mau mendengarkan ku! Karena aku telah miskin, aku tak memiliki emas lagi! Lagi pula jika emas mamang hilang, mungkin aku harus melapor setelah 24 jam!”

“Ya sudah kalau begitu kau tunggu saja hingga 24 jam! Atau kau tanyakan pada bulan siapa tau dia semalam tau siapa pencurinya.

Seharian penuh Sang Mega berteriak meminta tolong kepada manusia Jakarta, Burung pun turut serta menyebar berita. Namun manusia Jakarta hanya menganggapnya sebagai kabar burung belaka. Hingga mentari pun lelah dengan kehidupan Jakarta. Mentari merasa enggan lagi menyinari hati manusia yang tak pernah bersih bersinar. Mentari terbenam sebelum waktunya.

“Hei…mentari mengapa kau terbenam, bukan kah ini masih jam satu siang!” Tanya Mega.

“Aku lelah, aku muak melihat kehidupan manusia Jakarta! Mereka terlalu egosi, sangat terlalu dan terlalu egois. Aku kasihan pada Monas, Dulu dia selalu dibanggakan, selalu menjadi pusat perhatian, tapi apa Monas kini telah terkalahkan oleh gedung-gedung segi tiga emas. Mereka melupakan sejarah Monas! Setiap malam Monas hanya dijadikan tempat jualan saja, yah jual diri para gigolo dan tante kesepian, serta pelacur amatir belaka!”

“Tapi jika kau tebenam sebelum waktunya, bagaimana perputaran jam di dunia ini, bisa kacau nanti! Waktu di bumi manusia akan berantakan”

“Sudahlah aku tidak peduli, apa peduli mereka. Bukankah mreka juga sudah tidak peduli lagi dengan buminya sendiri! Aku ingin terbenam sekarang!”

Jam satu siang di Jakarta yang terbiasa dengan sengatan panas dari cahaya Mentari kini tiba-tiba menjadi gelap. Jalan aspal yang terbiasa terbakar, penyapu jalanan yang terbiasa terpanggang, kini merasa keanehan pada Jakarta siang ini. Semua penghuni Jakarta tersadar, mereka berteriak. Karena Jakarta mendadak gelap. Aktivitas kantor, kampus, serta segala kativitas yang halal dan haram terhenti.

“Kenapa ini!”

“Ada Apa!”

“Gelap!”

“Apakah akan turun hujan?”

“Kurasa tidak lihatlah sama sekali tak ada petir atau guntur!”

“Jakarta Gelap!”

“Mungkin sudah malam!”

“Mana mungkin, ini baru jam satu siang! Aku baru saja selesai makan siang tadi!”

Lihatlah, mereka hanya ingat pada makan siang saja, itu artinya mereka hanya ingat pada perut sendiri.

“Lalu kenapa!”

Seluruh penghuni Jakarta keluar dari gedung-gedung ke egoisan mereka, mencari sebab Jakarta mendadak gelap! Mereka berteriak memanggil sang mentari, bertanya pada mega serta langit.

“Wahai mentari apa yang terjadi dengan mu!”

“Iya jawablah, mengapa kau terbenam sebelum waktunya!”

“Apa ini yang dinamakan kiamat!”

“Tolong jawablah!”

Tetap tak ada jawaban dari langit seolah mereka bales dendam pada penghuni Jakarta yang enggan mendengarkan jeritan tolong dari Monas! Bulan pun muncul sebagai penengah antara kemarahan penghuni Jakarta dan penghuni langit!

“Wahai manusia, kau tau mengapa Jakarta mu mendadak gelap?”

“Tidak, kami tidak tahu justeru itu kami bertanya pada langit, namun tak ada jawaban dari langit!”

“Itu akibat ulah mu sendiri, karena kau tak mendengar jeritan langit dan tangisan Monas!”

“Monas, mengapa Monas menangis!”

“Lihatlah Puncak emas Monas sudah hilang!”

Manusia berlarian kekawasan Monas, untuk melihat puncak Monas yang kini botak tak bermahkota lagi.

“Kurang ajar!”

“Sialan!”

“Pasti yang mencuri emas adalah manusia yang berteman dengan mahluk gaib!”

“Hei manusia mengapa kau berucap sembarangan, tidakkah sadar mungkin hati mu justeru yang lebih kejam dari manusia pencuri itu!”

“Hei bulan mengapa kau berucap seperti itu?”

“Karena aku tahu siapa pencurinya!”

“Kau tahu siapa pencurinya, itu artinya kau tahu saat mereka melakukan pencurian itu?”

“Iya tentu, karena mereka mencuri saat malam hari!”

“Siapa pencuri itu!”

“Mereka adalah manusia biasa!”

“Mereka? Itu artinya pencurinya lebih dari satu?”

“Iya?”

“Siapa mereka itu!”

“Mereka adalah manusia yang perutnya sangat besar, namun tulang nya sangat menonjol, mata mereka hitam dan sangat menakutkan!”

“Mahkul apa itu? Pasti manusia siluman!”

“Sudah kukatakan jangan menuduh sembarangan!”

“Mana ada manusia seperti yang kau lukiskan itu!”

“Manusia itu ada dan benar-benar nyata bahkan setiap hari mata mu melihat hanya saja mata hati mu tertutup! Karena kalian tak pernah memperhatikan mereka dan mendengarkan hati nurani kalian. Tau mungkin kalian sudah tak berhati nurani lagi!”

“Sudahlah kau tau betapa kerasnya hidup di Jakarta, betapa penuh perjuangan untuk hidup di bumi Jakarta ini. Jadi mana sempat kami mengurusi mereka.Sekarang katakanlah siapa manusia itu, dan mengapa saat mereka mencuri emas kau tak menghalanginya!”

“Untuk apa aku menghalanginya, jika kalian sendiri saja tak mampu mengahalangi pejabat untuk tidak korupsi dan terlebih lagi kalian tak mampu menjaga hati nurani sendiri, hingga hati nurani kalian melarikan diri!”

“Seandainya kami tahu, pastilah kami akan menyelamatkan negeri ini dari korupsi dan kamimasih memiliki hati nurani!”

“Kalian tahu mereka korupsi, namun mata kalian telah ditutup oleh uang itu sendiri, Yah mungkin kalian masih memiliki hati nurani, namun telah mati dan kalian tak menyadari kematiannya!”

“Hei bulan jangan-jangan kau sudah disuap juga oleh manusia pencuri emas itu juga, kan?”

“Aku tidak disuap! Kalian pikir aku ini manusia serakah seperti kalian Dan kau tahu siapa yang mencuri emas monas itu!”

“Yah, cepatlah katakan!”

“Manusia pencuri puncak monas adalah mereka yang kemiskinan, mereka yang kelaparan! Jangan salah mereka jika mereka mencuri emas, karena emas itu mereka gunakan untuk menyembuhkan rakyat yang menderita busung lapar!”

Setelah mendengar penjelasan sang Bulan manusia penghuni Jakarta hanya terdiam dan tak sepatah kata pun mampu mereka ucapkan. Secuil duri kecil seoalah menyayat mereka yang masih berhati. Mereka sadar betapa egoisnya kehidupan Jakarta. Setiap hari mereka selalu menjumpai pencuri emas Monas. Namun tak sadar bahwa merekalah kaum miskin Jakarta. Setiap hari mereka menjumpai koruptor dan mereka sadar bahwa mereka adalah koruptor, namun dengan kesadarannya seolah mereka tak menyadarkan diri.

Puncak Emas Monas kini telah dicuri oleh rakyat miskin kota Jakarta. Mereka menjualnya untuk kebutuhan hidup. Dan sisanya mereka gunakan untuk membayar hutang Negara pada kaum kapitalis, yang telah membuat hidup mereka sengasara.
  • PT. Audy Firsty Energy

    (Oil and Gas Products Company)

    Muatan : (Rute :Jkt-Cirebon)

    Shaft Carbon Steel,Casing Cast Iron,

    Mechanical Seal,Material Pompa,etc

  • PT. Trasti Supplier

    (Pumps for Industry,Mining,Oil and Gas)

    Muatan : (Rute : Jkt-Cirebon)

    Material Pompa,Casing Cast Iron,

    Mechanical Seal,Grand Centroflo,etc

  • PT. Aneka Mandiri CitraSejahtera

    (Expert In:Pumps,Mechanical Seal)

    Muatan : (Rute : Jabodetabek)

    Material Pompa,Casing Cast Iron,

    Shaft Carbon Steel, Mechanical Seal,etc

  • PT.Carisma Sentra Persada

    (Carisma Logistics)Plaza Bisnis Kemang Ground Floor

    Muatan : (Rute : Jkt-Lombok)

    Bracket Carrier,Conveyor Belt,

    Heavy Duty Roller,etc

VOA News: Berita

Furniture Katalog 2014
Furniture Katalog 2014

Furniture Katalog 2014 .Berbagai Katalog menggabungkan Aspek Seni,keharmonisan

,keramahan adalah prinsip kami,dan terus berinovasi! [Baca selengkapnya]

PCI Express 2014
Tarif Sewa Truk

Tarif Sewa Truk. Jasa Pengiriman Express dan Paket,Domestics& Internasional Darat

- Laut- Udara Door to Door! Truck Me... [Baca selengkapnya]

Panel Maker PCI
Panel Maker PCI

Panel Maker PCI.Jasa Pemeliharaan/Maintenance & Mainboard,kami menyediakan

pelayanan dari segala aspek!... [Baca selengkapnya]

https://www.instagram.com/bathtubkayutong/?hl=id Jual Dekorasi Rustic | Produsen Tong Barrel Kayu, Bathtub Kayu | ☎ +62 817-6077-886 | | ☎ +62 851 0051 8601 |✉ gentong kayu ars design jatikaum ...