Uang bukan sesuatu yang asing lagi di telinga manusia yang selalu mendengar. Siapa pun mengenalnya. Anak kecil, remaja, dewasa, tua, muda baik pria maupun perempuan dan baik waras maupun orang sinting. Semua mengenal uang, bahkan Tuhan saja terkalahkan oleh uang. Banyak orang yang mengenal uang, tapi dengan Tuhannya dia tak kenal. Mana pernah mengenal nama Tuhan yang sebanyak sembilan puluh sembilan itu. Hanya sembilan puluh sembilan saja, mereka tak mampu menghitungnya. Tapi bayangkan bermilyar-milyar uang mereka kenal, dan mampu untuk menghitungnya.
Banyak orang yang mengejar untuk bisa lebih dekat dengan uang namun dengan Tuhannya mereka malas mengejar, bahkan hanya sekedar untuk lebih dekat pun rasanya enggan. Padahal tak perlu banyak uang untuk bisa lebih dekat dengan Tuhan.
Banyak pula orang yang tergila-gila bahkan hingga gila hanya demi mencari sebuah benda yang disebut uang. Namun alangkah sedikitnya orang yang tak tergila-gila pada Tuhannya. Banyak pula orang yang begitu mencintai uang hingga sampai mati pun akan mereka lakukan demi uang, namun apakah pernah mereka mencinta Tuhannya sampai mati dan rela hingga mati untuk mencintai Tuhan.
Lihatlah pembunuh itu! Mereka rela membunuh manusia secara sadis, dengan dibakar, ditusuk, di potong-potong hingga seperti sapi. Mereka membunuh hanya untuk uang. Apa pun akan mereka lakukan, apapun dan siapaun akan mereka bunuh, asalkan bisa mendapatkan uang. Tak pernah memikirkan betapa mahalnya arti sebuah nyawa bagi kehidupan ini. Begitu berartikah uang didunia ini, hingga lebih berarti dari nyawa seorang manusia.
Lihatlah Pelacur itu! Dengan tubuhnya yang rupawan. Wajahnya yang manis di lukis menjadi lebih manis lagi, dengan kuas kecantikan. Bibirnya yang merah lebih dilukis menjadi merah. Setelah menjadi sebuah lukisan yang indah, keluarlah perempuan pelacur, dengan pakainnya yang mampu menggoda iman setiap pria tak beriman. Pelacur itu rela mengorbankan segala kehormatannya diserahkan hanya demi uang. Tak peduli, tua atau pun muda asal tuan berkantong tebal aku akan melayani Tuan dengan segala kehormatanku. Akan aku mengajakan kau tuan melayang bersama tubuhku ini. Begitu terhormatkah uang dibanding kehormatan seorang perempuan. Beruntunglah kau uang, karena ternyata kau lebih terhormat dari pada kehormatan seorang perempuan.
Lihatlah Pemulung itu! Diatas kepala mereka menjunjung sekarung barang rongsokan. Mereka rela menghampiri setiap tempat sampai yang becek, kotor, bau dan penuh penyakit. Kotoran demi kotoran mereka kumpulkan. Dan memasukannya kedalam karung. Mereka kumpulkan semua kotoran, hanya sebuah kotoran mereka kumpulkan. Apa yang ingin mereka peroleh dari sampah itu. Tak lain adalah uang tentunya. Mereka junjung sampah-sampah itu diatas kepala hanya demi uang. Begitu tinggikah engkau wahai uang, hingga kau harus dijunjung.
“Hai manusia penghuni bumi! Dengarlah teriakan ku ini. Lihatlah aku, betapa cantiknya bukan. Aku sangat berharga sekali, siapa pun yang memiliki aku tak akan pernah merasa susah hidupnya. Karena aku akan mengambulkan apapun yang kalian mau. Ayolah miliki aku….kejarlah aku!”
Dengan bangganya uang berteriak. Benda itu kini telah merasa menjadi seorang dewa. Dengan berlenggak-lenggok uang berjalan disepanjang kota. Manusia yang melihatnya tergoda dengan lenggokan uang tersebut. Setiap manusia ingin menyentuhnya, uang itu selalu menghindar.
“Hei uang tunggulah aku!” Teriak seorang pedagang nasi goreng, yang rela meninggalkan gerobaknya karena hanya ingin memperoleh uang yang lebih banyak lagi. Tak sadar bahwa sebenarnya gerobak jelek itu pun akan mampu menghasilkan uang. Menangislah gerobak jelek itu ditinggal oleh tuannya.
“Wah apa itu! It…it…itu uang! Jangan ambil uang ku, itu adalah uang ku!” seorang eksekutif muda pun ikut mengejar uang.
“Aih….uang! uang jangan lari tunggulah aku! Aku adalah pelacur, akan ku layani kau hingga kau merasa bosan dengan ku!” Pelacur ikut berlari.
“ma…ma..ma…itu ada uang!”
“Hah uang! Kau tunggu disini, aku akan berlari mengambil uang itu!” seorang ibu rumah tangga pun kini ikut mengejar uang. Anaknya ditinggal sendiri ditaman. Padahal anak itu sama sekali tak membutuhkan uang. Dia hanya ingin perhatian dari seorang ibu. Namun hanya demi ibu rumah tangga terkadang melupakan kewajibannya memberikan kasih sayang seorang ibu. Mungkin segala pekerjaan apapun dapat diatasi oleh pembantu. Karena uang ibu rumah tangga juga mulai lupa, bahwa ada satu hal yang tak bisa digantikan oleh siapapun. “Kasih Sayang Ibu” Tak akan pernah bisa diwakilkan oleh pembantu.
***
“Pokoknya aku nggak peduli, Mas harus mendapatkan uang lebih banyak lagi! Gaji mu sebagai guru, mana cukup untuk membiayai kesepuluh anak kita! Kamu pikir dong, Mas!”
“Iya tapi aku harus bagaimana lagi, kamu seharusnya bisa mengatur uang, dong!”
“Bagaimana aku bisa mengatur, Mas! Lawong gaji mu saja hanya seperak, tok! Sampai aku gila, nggak akan bisa! Kecuali kamu bisa cari uang tambahan!”
“Mau kerja apalagi aku ini! Masih beruntung aku bekerja. Coba kau lihat betapa banyaknya pengangguran dinegeri ini!”
“Aku tak peduli, merampok saja kalau kau mau!”
Dalam kehidupan rumah tangga yang begitu sulit, uang pun menghampiri rumah pak guru itu.
“Pak Guru, kau ingin yang lebih banyak lagi, bukan! Ayo kejarlah aku! Aku jamin kehidupan mu pasti akan lebih baik. Dan benar apa kata isterimu itu, kau harus mencari uang tambahan! Ayo lebih baik kau kejar aku! Jangan pedulikan halal atau haram. Uang itu tidak ada yang haram, karena aku hanya benda mati yang memiliki pemikat. Ayolah kejar aku…lihat dibelakang sana sudah banyak yang mengejar aku! Jangan sampai kalah dengan mereka pak guru!”
Uang telah berhasil membujuk pak guru, untuk mengejarnya. Dengan senang hati sang isteri mengizinkan suaminya pergi. Tanpa dia sadari bahwa suaminya akan pergi dan tak tau kapan kembali. Isteri yang bodoh itu, hanya meratapi kebodohannya sendiri. Suaminya telah pergi mengejar uang.
Entahlah pelet apa yang telah dipakai uang itu, hingga benda itu bisa merubah hati manusia. Seorang yang jujur akan berubah menjadi pembohong yang kawakan hanya demi uang. Orang yang penuh kasih sayang akan dapat dirubahnya pula menjadi seorang pembunuh.
Lihatlah! Uang telah memakan banyak korban dinegeri ini. Semua kalangan mulai dari pedagang, pengusaha besar, pengajar, pelacur, satpam, guru, sopir, dosen, pak haji, bahkan hingga pejabat kini sedang berbondong-bondong mengejar uang. Jalan-jalan di Jakarta mulai dari Cakung, Rawamangun, Pramuka, Salemba, Matraman, Jatinegara, Soedirman, hingga segitiga emas di penuhi oleh lautan manusia yang mengejar-ngejar uang. Uang berjalan menerobos lampu merah hingga terjadi kecelakaan akbar di setiap lampu merah Jakarta.
Patung-patung yang berdiri di Jakarta ikut pula berlarian, namun bukan untuk mengejar uang. Melainkan hanya melihat sejenak apa yang telah terjadi di Jakarta ini siang. Patung Pancoran melompat dari kediamannya. Patung pejuangan yang terletak di daerah Jatinegara pun tak mau kalah turun dari tahta, anak yang berdiri disampingnya menangis kala ditinggal sendiri. Patung Jakarta siang itu bingung melihat manusia yang gila mengejar uang.
Orang gila, orang waras, orang mati, orang utan, hingga orang-orangan sawah juga turut serta disana. Ribuan mayat manusia bergelimpangan, anak manusia terinjak-injak, hingga bonyok tak ada yang mau peduli. Suara teriakan, jeritan bahkan mereka melolong seperti anjing terdengar memuja-muja uang. Para binatang kucing, anjing, babi, kuda, rusa, gajah bahkan kecowa hanya bengong melihat perbuatan mansia yang sudah sinting.
Semua perusahaan meliburkan semua karyawannya, aktivitas kantor tak berjalan, semua mati. Kampus pun tak luput dari hari libur. Semua civitas kampus, ikut mengejar uang. Uang bahkan lebih berharga dari sebuah pengetahuan.
Tak ada yang tahu, dimana uang akan menghentikan langkahnya itu. Dan tak tahu pula siapa yang akan menjadi pemenangnya. Uang itu hanya terus berlari. Semakin lama uang berlari semakin cepat. Suara langakah manusia yang mengejar uang pun meruntuhkan semua gedung pencakar langit dijakarta. Manusia masih terus mengejar uang. Tak peduli Jakarta telah hancur porak poranda, akibat kaki mereka sendiri. Kota yang dibangun oleh tangan mereka kini harus hancur dengan kaki mereka sendiri pula.
Orang-orang Jakarta semakin sinting. Mereka hancurkan kehidupan mereka sendiri, hanya demi sebuah benda yang dinamakan uang. Uang mengapa kamu mesti ada didunia ini. Akan kah mereka akan sinting jika kau tak ada! Jakarta yang modern, Jakarta yang Metropolitan mengapa kini harus hancur! Sebaiknya uang itu tak ada, sebaiknya tak usah lah kau berkembang menjadi metropolitan jika hanya harus rusak.
Seandainya Jakarta masih menjadi zaman purba. Akankah semua orang akan gila dan sinting seperti sekarang ini? Akankah mereka saling membunuh, saling melacurkan diri, saling berebut mengejar uang? Bukan kah zaman purba tak mengenal uang. Akh…sudahlah aku tak mau ikutan menjadi gila karena uang. Walau tanpa ku sadari aku memang gila. Yah aku jujur aku gila uang, karena aku tidak mau menjadi orang yang munafik. Orang munafik lebih gila dari orang gila. Aku tidak munafik, jika aku memang butuh uang. Segalanya butuh uang, namun aku ingat bahwa uang bukanlah segalanya.
Biarkan saja mereka menjadi gila. Dan masih saja mengejar uang, karena mereka bukan orang munafik, mereka butuh uang. Namun mereka tak ingat bahwa uang bukanlah segalanya. Seadainya saja mereka ingat..! Yah seandainya, hanya seandai saja.
***
Kota Jakarta masih dipenuhi oleh lautan manusia, serta lautan darah manusia yang berjuang mengejar uang. Mana peduli uang itu dengan orang yang mengejar-ngejarnya. Bahkan uang tertawa terbahak-bahak, melihat manusia dibumi gila mengejar-ngejarnya. Benda pembunuh itu semakin kencang berlari, seolah melayang tak berpijak lagi. Benda itu kini terbang…walau tanpa sayap dia dapat terbang. Manusia di bumi semakin gila pula, semua mengepakan tangannya seperti burung berharap bisa terbang.
“Ayo manusia, jangan menyerah! Apa kalian akan menghentikan perjuangan kalian untuk mendapatkan ku. Apa kalian menyerah begitu saja? Lihatlah sudah terlanjur jauh kau mengejarkan, ku! Apa kalian akan kembali ketitik nol lagi? Kalian yakin! Apa kalian tidak malu, jika kalian harus kembali tanpa memperoleh aku!!”
“Tidak kami tidak akan menyerah untuk mendapatkan mu. Cara apapun akan aku lakukan untuk mendapatkan mu, wahai uang!” Teriak manusia
“Yah, aku pun demikian! Aku tak akan menyerah. Jika aku kembali isteriku pasti akan membunuh ku. Aku pun akan melakukan cara apapun untuk memperoleh mu, sekalipun aku harus menjadi pembunuh!” Teriak pak guru yang takut dibunuh oleh isterinya sendiri, hingga ia rela menjadi pembunuh.
“Ha…ha…aku disini adalah penguasa nomor nidji eh salah maksudte aku ini adalah penguasa nomor sidji dinegeri ini, mana mungkin aku akan menyerah. Aku akan terus mengejarmu, walaupun aku harus nyemplung di neraka!” Teriak sang Penguasa nomor satu di negeri ini.
“Baguslah kalo begitu ayo kejar aku, apapun dapat kau beli bila kau memiliki aku. Rumah mewah dengan seribu bidadari cantik didalamnya akan kau miliki. Mobil, pesawat, kapal pesiar, semua gedung pencakar langit semua bisa kau miliki. Bahkan kerajaan dinegeri khayangan ini juga dapat kau beli jika kau miliki aku.!”
“Benarkah itu aku bisa membeli negeri khayangan?” Tanya orang gila
“Yah benar sekali, jadi jangan menyerah! Ayo kejar aku!”
“Tapi bagaimana aku bisa mengejarmu! Kau kini telah terbang…turunlah jangan terbang!”
“Jakarta terlalu panas, kakiku terbakar menginjak bumi Jakarta ini. Panas sekali, maka dari itu aku terbang saja.”
“Ayolah kalian juga harus terbang!”
“Kami tidak bisa terbang!”
“Berusaha jangan menyerah!
“Tetap tidak bisa!”
“Kepakan terus tangan kalian jangan menyerah!”
“Tidak bisa!”
“A…A…A…A…”
“Kenapa kalian berteriak!”
“Lihatlah tangan kami semua copot, lalu bagaimana lagi kami bisa mendapatkanmu!”
“Kalian masih punya kaki, melompatlah hingga tinggi! Jangan menyerah!”
“Bailkah kami melompat!”
Manusia gila kini melompat-lompat. Setelah Gedung di Jakarta runtuh karena langkah mereka kini bintang-bintang berjatuhan ke bumi karena lompatan mereka.
“Bagaimana, kalian sudah melompat?”
“Kami telah, melompat. Tapi lompatan kami masih sangat rendah!”
“Coba lagi, kalian harus berusaha. Tidak kah kalian ingin membeli negeri khayangan!”
“Lompat…kami lompat!”
“A….A….A!”
“Mengapa kalian berteriak lagi?”
“Sekarang kaki kami copot, bagaimana ini! Kami tak punya tangan, kaki pun putus! Tolong kami…wahai uang! Kamu harus bertanggung jawab atas semua tangan kami yang hilang atas semua kaki kami yang juga hilang. Kami tak bisa berbuat apa-apa sekarang.”
“Mengapa harus aku yang bertanggung jawab? Aku tak memotong tangan maupun kaki kalian. Kalian sendiri yang mencelakai diri kalian sendiri. Kalian sendiri pula yang mau melakukan apapun demi uang. Apa kalian sudah gila! Aku ini hanya sebuah benda, tak bisa apa-apa. Dengan memiliki ku, kalian memang bisa membeli apa-apun yang kalian inginkan, tapi aku tak bisa mengembalikan semua menjadi seperti sedia kala! Jadi semua bukan salahku!”
“Kau curang! Kau bilang kau akan memberikan apapun yang kami mau, tapi nyatanya, kau tak bisa!”
“Kau yang Bodoh Manusia, mengapa kau begitu menggilaiku! Rasakan akibatnya! Ha….ha….ha….
Kemengan ada dipihak uang. Benda itu kini pergi terbang ke langit. Menjauhi bumi yang sudah hancur, meninggalkan manusia yang bodoh. Uang mentertawakan manusia bodoh dari atas langit.
“Dengarlah manusia bodoh, saat ini aku harus pergi! Dan percayalah kita akan bertemu di akhirat! Aku akan menemui kau di neraka. Aku akan mentertawakan kau saat kau minta tolong pada ku untuk keluar dari neraka!” Ha….ha….ha…
Hidup Uang……Matilah kau manusia serakah! Sampai bertemu di neraka sobat!
***